Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Hitam - Putih

Gambar
Karena pada dasarnya yang putih belum tentu suci. Dan yang hitam belum tentu dosa. Nadira Oktober, 2016.

Putih - Hitam

Gambar
Got this photo from google Seorang bapak berkacamata dengan peci putih. Bajunya puth. Janggutnya juga turut putih. Mungkin luntur karena dicuci. Beliau ada di televisi pukul 21.38. Hari Rabu tanggal 12 Oktober. Masih di tahun 2016. "Orang Cina itu, orang kafir itu, Korupsinya tidak kelihatan." Katanya. Blak - blakan. Kadang orang yang terlalu agamis, berbicara sesukanya. Ditambah bawa - bawa kata Tuhan sebagai pelengkap. Dengan beberapa dalil dalam kitab. Tak peduli pendengarnya yang bukan sesamanya. Tahu pasti dia bilang begitu karena sejenisnya sudah banyak ditangkap. Banyak dipidana yang bikin penuh penjara. "Minta maafnya itu kan nggak jelas substansinya. Jadi jangan terbuai dengan 1-2 kata tersebut." Katanya lagi. Jadi, di forum tersebut sedang membahas seseorang. Yang meminta maaf karena keliru perkataan. Tapi si putih - putih malah cari masalah. Berkata yang tidak - tidak. Lalu menambah - nambahkan. Kok jadi menjelekkan setelah

Iya........................................

Gambar
Seorang laki-laki datang kearahku. Mataku rabun tanpa pembantu. Tak bisa lihat garis-garis tubuhnya. Garis pada tiap ujung pakaiannya. Garis pada seluruh air mukanya. Semakin dekat aku jadi paham khasnya. Lebih tinggi dariku, tapi kalah putih denganku. Oh, dia! Dir! Panggilnya. Kujawab iya. Ia berbicara beberapa kalimat. Mungkin jumlahnya belasan. Kujawab lagi dengan iya. Iya, iya, iya. Iya, padahal kudengar saja tidak. Karena telingaku mendadak cuti melahirkan. Sedang mataku sudah asik main duluan. Sama dua bola matanya pergi ke pasar perasaan. Kemudian ia minta semua angka ponsel hitam milikku. Seperti meriam dengan sumbu menyala. Perasaanku jadi meledak-ledak. Siap menerima jenis-jenis sapaan yang akan tiba. Bisa nanti malam, bisa besok pagi. Bisa juga lusa siang. Malamnya, besok paginya. Dan lusa siangnya. Layarku tak muncul tanda-tanda miliknya. Tidak ada namanya, apalagi sapaannya. Rasanya mau jongkok d

Serendah - rendahnya kotoran

Gambar
"Merendahkan itu serendah - rendahnya kotoran. Saya sudah hampir sebagian. Bagaimana denganmu?" - Saya Oktober, 2016.

Ini Segalanya

Gambar
"Uang itu bukan segalanya. Tapi, kesehatan. Uang banyak, tapi sakit. Bangun saja susah, apalagi yang lain. Kalau kamu miskin, tapi sehat. Makan nasi garam pun jadi." - Mbak Salon dekat rumah. Oktober, 2016.

Surat Darimu Di Kota Lain

Gambar
Jarak itu ada di tengah antara. Tapi kamu tetap menjajal habis ditengahnya. Dengan selembar kertas dan lekukan lekukan tinta hitam diatasnya. Tadi pagi si bapak datang ke tempatku. Membawa salah satu milikmu di antara gunung putih. Hei, ini sudah tahun 2000 lebih! Lagi-lagi kamu buatku makin tersipu! Nadira September, 2016

Kamu si pemilik hatiku

Gambar
Kamu Si penghuni hatiku. Tidur lama disitu. Tanpa lantunan lagu. Terlelap sampai setahun. Kamu Si pengisi hatiku. Mengingau sampai jantung. Sampai buatku amat berdegup. Buatku jatuh. Nadira Mei, 2016.

Malam ini ramai

Gambar
Malam ini ramai. Aku berbisik pada bintang. Membahas gosip selebritis dengan meja rias. Atau segelintir berita malam dengan lemari ukir. Aku tertawa dengan lampu tidur. Kubahas lelucon konyol dari bias cermin. Tentang kawan, tentang lawakan. Atau beberapa tebakan dari dinding ruang. Aku bercengkrama dengan pena biru. Kuceritakan tentang semua malamku. Tentang padat, tentang hingar, tentang bingar. Yang tengah dibuang bersama emosi sebagian. Meringisku ketika rindu itu akhirnya meluap juga. Membajiri seluruh sudut ruang waktu. Sungguh, tanpa pesanmu. Tanpa suaramu. Tanpa adanya kamu denganku. Malam ini ramai. Nadira Mei, 2016.

Mana cerminmu?

Gambar
" Buat kamu si penasihat yang hilang lama cerminnya. Nasihatmu buat penatku. Aku ingin balik menasihati tapi nyatanya masih utuh cerminku. " - Nadira Mei, 2016.

Tentangmu

Gambar
"Aku menulis tentang siang. Tapi kubuat malam. Aku menulis tentang kamu. Tapi bukan milikku." - Nadira Sekar

Warna apakah kamu siang ini?

Gambar
Warna apakah langit siang ini? Masih sama seperti kemarin Langit biru. Awan putih. Dengan matahari kuning keorenan. Warna apakah jalan aspal siang ini?  Masih sama seperti kemarin. Warna abu tua.  Sedikit kehitaman.  Dengan beberapa kerikil kecil. Tidak. Sebenarnya aku tidak sedang memandang. Tidak pula sedang mengamati langit, jalan, Atau bermain tebak warna. Aku sedang mengamati seseorang. Dengan fisik yang tak sulit diterka. Ya, aku sangat hafal cirinya Sepatu cokelat, Baju abu, Serta air muka yang ikut kelabu. Yang daritadi menekuk semua urat di wajahnya. Berjalan menunduk tak acuh. Tanpa senyum, tanpa sapa, tanpa obrolan. Memilih menatap jalan dibanding aku didekatnya. Sepertinya warna kamu berbeda seperti yang kemarin. Terbukti dengan perangai yang menjadi es. Dan suasana yang mulai berubah monokrom Warna apakah kamu siang ini? Mei, 2016.

Ceritalah aku tentang teman

Gambar
Ceritalah aku tentang teman Si pembuat perhatian Selalu penuhi garis waktu Selalu menambah sosial di tiap mediaku. Ingin aku menghapus Tapi, lagi - lagi dia temanku Apa aku harus tak hirau? Atau salah satu muka ini harus dihapus? Ingin aku berkata jujur Tapi, lagi - lagi dia temanku Apa aku harus bersembunyi? Atau mengunci rapat mulut berisik ini? Ceritalah aku soal teman Yang sekarang buatku gerah Buatku tak kembali untuk bergabung Bersembunyi sendiri maksud kabur. Mei, 2016

Ini Hobi

Gambar
"Aku menulis untuk menuangkan isi hati. Soal menyisip seni, itu cuma bonus sendiri." - Nadira. Tentunya sambil ngemil!

Sesuatu di hari Kamis

Gambar
Saat itu tanggal tiga di hari kamis.  Tanpa ada tanda bau busuk, hangus atau amis, patah hati datang rubah sekitar jadi miris. Seakan ia bawa rombongannya beribu-ribu baris.  Mengajak hati untuk ramai-ramai meringis. Tubuh ini mendadak statis. Ketika nampak seorang gadis. Duduk di bangku panjang bersender manis. Disusul seorang pria dengan senyum tipis. Menghampiri sembari beri gerak gerik romantis. Seseorang itu adalah dia yg dulu sempat segaris. Dia yang tak pernah buat sesak bagai terhimpit kerumunan di bis. Dia yg sama sekali tak pernah jadi sebab tangis. Malah wajahnya selalu buat rindu makin laris. Dari atas alis sampai bawah kumis. Siapa yang tahu kalau ada seseorang lain sedang usaha tak menggubris? Walau jantung terlanjur berdegup cepat otomatis. Dan mulut yang berkali-kali menahan umpatan kata punya iblis. Berbalik akhirnya pergi tinggalkan tontonan gratis. Berjalan pulang bawa muka yang dibiarkan menangis Serta pula buah tangan ber

Surat di halaman 71

Gambar
Untuk kamu, ditempat. Selamat pagi, siang, sore, malam. Tanpa salam - salam lagi, kutuliskan surat ini untukmu. Semoga suka, semoga pula tak suka. Waktu itu hujan. Aku lagi duduk di dalam bis yang sedang melaju menuju arah pulang. Duduk di pojok dekat kaca sambil memandang kendaraan, tukang bakso, atau apapun yang sedang bergerak di jalan. Sedangkan teman di sebelah sedang ngobrol dengan yang lain. Mungkin ia sesekali melihat ke arahku karena bingung kenapa saat itu cuma diam liat pemandangan lalu curi pandang ke layar telefon genggam. Sejujurnya saat itu aku nggak lagi memandang kendaraan, tukang bakso, atau apapun yang sedang bergerak di jalan. Aku sebenarnya sedang membayangkan. Membayangkan air muka kamu waktu baca pesan singkatnya. Membayangkan pikiran kamu waktu jawab pertanyaannya. Awalnya aku ada di atas, lebih dari antariksa, nggak jauh dari bintang - bintang. Karena aku kira kamu bakal menolak atau menyegah apapun seperti pengalaman. Sialnya aku kemudian

Obrolan di gang, motor dan hujan

Gambar
Dengan suara rintik hujan yang beradu dengan jaket hujan, aku duduk di jok belakang motor yang agak basah. Di tengah perjalanan, ku pinta si pengemudi untuk berbelok memasuki jalan pintas. Suatu gang kecil dan sempit, tapi cukup untuk dilewati satu mobil dengan kanan-kiri yang pas mepet tembok. "Nah, ini belok kanan ya." Aku memberi arahan ketika ada pertigaan tepat di depan kami. "Ini namanya jalan apa?" Tanyanya tiba-tiba. "Jalan baru ya?" Tanyanya lagi. Aku diam. Mengingat-ingat. "Jalan Solo namanya." Jawabku. "Jalan Nadira ini namanya."  "Hahaha." Aku bingung jadi tertawa. "Kok? Kenapa emang?" Tanyaku kemudian. "Biasanya penemu jalan atau si penunjuk jalan itu, namanya dijadiin nama jalan." "Hehehe bisa aja." Aku senyum. Dengan mata kedap kedip karna ditusuk-tusuk tetes hujan. "Pas itu saya lagi di masjid yang ternyata lagi ada suatu acara yang membahas tentang teror

Ruang anyar

Gambar
Ini ruang anyar Yang akhir akhir ini sudah jadi rutinan Tempat bertandang sesuai jadwal yang ada Kadang berselingan Kadang berurutan Banyak manusia yang sudah mulai erat Banyak kelakar yang sudah mulai akrab Suasana yang bukan lagi disebut perdana Tapi, kenapa masih merasa menumpang? Ingin rasanya berlari kabur keluar Menuju ruang yang sudah jadi sahabat dua tahunan Dengan papan tulis, horden, pendingin ruangan.. Dan manusia-manusia istimewa lain didalam Aku mau pulang ke ruang yang lama.

Aku bermain di duniamu

Gambar
Aku bermain di sebuah panggung mini. Bermain sebagai orang lain di tubuh sendiri Bermain sebagai dia yang kamu sukai. Tapi baru sebentar saja aku sudah merasa sakit. Aku bermain di sebuah kehidupan sandiwara. Dimana aku berusaha senang. Dimana aku berusaha nyaman. Tapi baru sebentar saja aku sudah tidak betah. Aku bermain di sebuah dunia tentangmu. Kau suruh aku berubah menjadi apapun. Berubah menjadi semua kebalikanku. Menghilangkan semua di diriku yang tidak kamu mau. Aku bermain di sebuah cerita cinta. Sebagai pemeran utama yang kamu idamkan. Dan kamu sebagai sutradara, pengatur didalamnya. Yang suatu saat mencari pengganti disaat bosan. Ya, Aku berharap semoga itu terjadi dengan cepat. Nadira Januari, 2016.

Giliran Kamu Hitung

Gambar
Untuk kamu Yang sudah membuat aku menghitung 100 hari, 300 hari hingga 500 hari. Untuk kamu Yang sudah membuat aku menghitung Tanggal 9, tanggal 18 lalu ke tanggal 31. Untuk kamu  Yang sudah membuat aku menghitung Dari senin, jumat, hingga senin lagi. Sekarang giliran kamu menghitung Tapi bukan buat aku Buat yang kamu sering ajak malam minggu Tapi nyatanya tidak jadi milik kamu Sepuluh ribu, lima puluh ribu, seratus ribu...

2016

Post pertama di 2016! Sudah lama engga ngeblog! Hahahaha Barusan ngedelete pos-pos lalu yang menurut gue 'wah anjeng apaan banget nih'. Terus juga sedikit merubah model blognya. Gak nyangka blog ini sudah hmm... UDAH ENEM TAHUN BRO! Kalo gue nikah tahun 2010, umur anak gue udah lima taun jalan enam. Suaminya? Entahlah masih disimpan Allah. Banyak yang udah bener-bener dilewati di tahun 2015 ke 2016. Dari mulai gue SMA sampai sekarang, gue kuliah di salah satuh universitas negri di Jakarta. Banyak senengnya, banyak juga sedihnya. Ya, dari gue kehilangan sepupu yang bener-bener gue sayangin seperti ade kedua gue sendiri, Bimmo. Dia juga sering gue ceritain di blog ini dulu. Dari mulai cerita dia yang kalau puasa ngadem di ATM deket sekolah, cerita tentang dia yang dulu suka gue isengin, dan cerita lainnya. Kalau tiap inget dia, bawaannya mau nangis mulu. Padahal masih sepupu, kan? Entahlah, gue ga bisa ngebayangin kalau gue kehilangan orang-orang yang lebih dekat dari s