Sesuatu di hari Kamis



Saat itu tanggal tiga di hari kamis. 
Tanpa ada tanda bau busuk, hangus atau amis,
patah hati datang rubah sekitar jadi miris.
Seakan ia bawa rombongannya beribu-ribu baris. 
Mengajak hati untuk ramai-ramai meringis.

Tubuh ini mendadak statis.
Ketika nampak seorang gadis.
Duduk di bangku panjang bersender manis.
Disusul seorang pria dengan senyum tipis.
Menghampiri sembari beri gerak gerik romantis.

Seseorang itu adalah dia yg dulu sempat segaris.
Dia yang tak pernah buat sesak bagai terhimpit kerumunan di bis.
Dia yg sama sekali tak pernah jadi sebab tangis.
Malah wajahnya selalu buat rindu makin laris.
Dari atas alis sampai bawah kumis.

Siapa yang tahu kalau ada seseorang lain sedang usaha tak menggubris?
Walau jantung terlanjur berdegup cepat otomatis.
Dan mulut yang berkali-kali menahan umpatan kata punya iblis.

Berbalik akhirnya pergi tinggalkan tontonan gratis.
Berjalan pulang bawa muka yang dibiarkan menangis
Serta pula buah tangan berupa potongan hati yang telah teriris.
Sembari menerka kapan sakit ini akan habis.

Mungkin besok, lusa, atau tanggal lain di hari kamis.


Nadira.
Jakarta, Februari 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak cukup bagi kita

Jangan terlalu serius

Covid why