Saat itu siang cerah. Ada awan. Ada langit. Ada matahari. Ada kasur. Ada cermin. Ada lemari baju. Ada handphone. Ada pesan. Ada emoji hati. Ada langit-langit kamar. Ada suara-suara televisi. Ada yang sedang berbunga-bunga. Itu aku. Yang sebenarnya sedang siap-siap berpesta. Mentraktir seluruh sahabat yang nantinya akan kerumah. Membeli seblak di dalam styrofoam, sate Madura dan bala-bala. Lalu aku ajak minum-minum dengan es dalam plastik dengan rasa aneka kopi untuk merayakan keberhasilanku yang akhirnya sukses pindah dari kota bunga yang sejuk. Yang hijau. Yang biru. Yang luka. Yang ada seseorang didalamnya. Yang sedang sibuk belajar dan pulang kerumah diakhir pekan. Yang sudah dua tahun berhasil bikin aku terbayang-bayang. Yang juga sekarang sudah punya orang. Akhirnya aku bisa mengepak barang-barangku dan limpahan perasaan yang sudah tujuh puluh persen sukses pindah menuju ke kemacetan pembangunan jalan layang di ciledug raya. Yang panas. Yang ...
Malam ini ramai. Aku berbisik pada bintang. Membahas gosip selebritis dengan meja rias. Atau segelintir berita malam dengan lemari ukir. Aku tertawa dengan lampu tidur. Kubahas lelucon konyol dari bias cermin. Tentang kawan, tentang lawakan. Atau beberapa tebakan dari dinding ruang. Aku bercengkrama dengan pena biru. Kuceritakan tentang semua malamku. Tentang padat, tentang hingar, tentang bingar. Yang tengah dibuang bersama emosi sebagian. Meringisku ketika rindu itu akhirnya meluap juga. Membajiri seluruh sudut ruang waktu. Sungguh, tanpa pesanmu. Tanpa suaramu. Tanpa adanya kamu denganku. Malam ini ramai. Nadira Mei, 2016.
Anggap aku Seekor kupu-kupu Yang bermetamorfosis Tentangmu Dari telur Ulat kecil Kepompong Jadi kupu-kupu Dari cinta Makin cinta Sangat cinta Jadi luar biasa cinta K A M U
Komentar
Posting Komentar