Hari ini adalah hari kesekian Covid mampir ke Indonesia. Lebih tepatnya sih bulan. Gue sebenernya juga nggak nyangka akan ada pandemi kayak gini di tahun ini. Awal tahun yang menyenangkan, tapi setelahnya malah kayak gini. Emang sih, pandemi ini bukan harapan setiap orang dan nggak bisa juga buat mencoba klik skip untuk melewati tahun ini. Setiap orang terpaksa harus melewati tahun ini yang sebagian besar akan beranggapan kalau tahun ini adalah tahun super nyebelin. Gue masih dengan kesibukan yang sama. Semuanya dilakukan serba online. Semakin hari, semakin sering bikin planning basi yang entah bakal bener-bener dilakuin setelah covid atau enggak. Planning yang paling banyak adalah soal jalan-jalan. Gue udah planning sama temen SMA, bakal ke Jogja atau seenggaknya Bandung buat jalan-jalan, camping sekaligus brainstorming soal percintaan. Gaya banget nggak tuh. Ada planning juga sama temen sd buat ke Bali atau minimal staycation di Bandung di beberapa airbnb. Gue juga udah ngetag temen ...
Tadi pagi waktu pelajaran Lab Bahasa, gue disuruh oleh seorang guru untuk mengerjakan tugas suci (ceelah tugas suci) yaitu : membuat dialog dengan bahasa inggris lalu maju ke depan kelas. Tanpa berpikir panjang dan berpikir pendek, gue sama teman seperjuangan tugas tuh bahasa inggris (baca:bila), langsung berdiskusi dengan tempo yang sesingkat-singkatnya dan maju ke depan kelas dengan sok (pinternya). Beginilah dialog yang kami,anak-anak tak berdosa ini buat : Bila : Hi, Dira! Dira : Hi, Bila! Bila : How ar u? Dira : im fine thanks. hbu? Bila : fine too.. Dira : ohya?waw Bila : ih waw Sekian. Singkat emang. Walhasil, guru tidak menerima ahsil kerja ringan kami dan kami disuruh membuat lagi dengan dialog yang agak panjang. Karna takut dilempar pake lemari kelas, gue sama Bila akhirnya membuat kembali dialognya selama 10 menit (menurut perkiraan jam pasir) dan langsung menuju ke depan dengan ge-gean. Ceritanya nih, di dialognya itu, gue sama Bila bertemu disebuah jalan. ...
Saat itu siang cerah. Ada awan. Ada langit. Ada matahari. Ada kasur. Ada cermin. Ada lemari baju. Ada handphone. Ada pesan. Ada emoji hati. Ada langit-langit kamar. Ada suara-suara televisi. Ada yang sedang berbunga-bunga. Itu aku. Yang sebenarnya sedang siap-siap berpesta. Mentraktir seluruh sahabat yang nantinya akan kerumah. Membeli seblak di dalam styrofoam, sate Madura dan bala-bala. Lalu aku ajak minum-minum dengan es dalam plastik dengan rasa aneka kopi untuk merayakan keberhasilanku yang akhirnya sukses pindah dari kota bunga yang sejuk. Yang hijau. Yang biru. Yang luka. Yang ada seseorang didalamnya. Yang sedang sibuk belajar dan pulang kerumah diakhir pekan. Yang sudah dua tahun berhasil bikin aku terbayang-bayang. Yang juga sekarang sudah punya orang. Akhirnya aku bisa mengepak barang-barangku dan limpahan perasaan yang sudah tujuh puluh persen sukses pindah menuju ke kemacetan pembangunan jalan layang di ciledug raya. Yang panas. Yang ...
Komentar
Posting Komentar