Kue Kering
Jogjakarta, Agustus 2004
…
Suasana
Jogjakarta sudah hampir menuju tengah malam. Hujan deras yang turun sejak tadi
pagi masih terus membasahi rumput dan beberapa tanaman di halaman. Terlihat jelas sinar bulan yang
terpantul ke arah kaca jendela yang saat itu berembun. Hembusan angin yang
pelan-pelan masuk melalui lubang-lubang kecil ventilasi membuat malam ini lebih
dingin dari biasanya. Benar-benar saat
yang sangat tepat untuk duduk di sofa
ruang keluarga yang empuk sambil menikmati secangkir teh hangat atau segelas
susu panas dengan beberapa kue kering yang kemudian dicelupkan sedikit ke
dalamnya.
Suasana
ruang keluarga yang tadinya hening, berubah menjadi seruan ketika seorang penyiar
bola tiba-tiba muncul dilayar televisi. Siaran bola yang membuat dua orang
laki-laki yang merupakan penggilanya sudah rapih mengenakan merchandise klub bola favoritnya.
Volume televisi yang besar, teriakan dua orang penonton bola
dengan topi,baju dan syall serba biru dan beberapa cangkir teh yang kini sudah
diganti dengan satu termos kopi. Suasana yang sama persis seperti yang
dilakukan di rumah sebelah. Hal yang sama sekali tidak membuat seorang gadis
kecil dibelakang mereka terusik. Duduk manis diatas karpet beludru.
Ditengah-tengah serakan buku-buku tebal bekas yang masih tersampul apik.
Ditariknya lembaran halaman-halaman kertas secara bergantian
sambil sesekali menguap kecil. Suara bising siaran bola ditelevisi serta seruan
penggila Barcelona didepannya-pun masih saja ia hiraukan. Tapi, matanya yang
agak merah tidak dapat dibohongi bahwa dirinya sudah benar-benar mengantuk. Ia
tetap anteng membaca buku berukuran besar yang tidak sesuai dengan usianya.
Untuk kesekian kalinya ia menguap lebar.
"Venus, udah jam 11 malem! Mau sampai kapan kamu
nguap-nguapan baca buku-buku planet SMP kayak gitu? Abang sama Bang Rian yang
dari tadi ngeliatin kamu, udah gregetan tau pengen nyeret kamu tidur!"
Venus
melirik kedua kakaknya. Kemudian lirikannya kembali ke arah buku bacaannya.
"Betul kata Bang Gian, kamu mendingan tidur gih. Ayah aja
udah tidur duluan..." timpal Rian,anak sulung di keluarga tersebut sambil
mengambil buku yang dibaca Venus. Ditariknya tangan adiknya pelan bermaksud
mengajaknya berdiri. Tanpa ada elakan, Venus menuruti permintaannya. Kaki-kaki
kecilnya segera beranjak dan berjalan menuju kamar tidurnya diikuti Rian dari
belakang.
“Apa yang mau Venus ketahui?”
Tanya
Rian sambil menutupi setengah tubuh Venus dengan selimut tebal.
“Maksud
abang?”
“Apa
yang mau Venus ketahui? Yang bikin Venus penasaran sampe harus baca buku-buku
pelajaran SMP punya Abang?”
Venus terdiam sejenak. Dilihat mata Rian dalam-dalam.
“Kalo
udah gede nanti, aku mau jadi astronot! Makanya aku baca buku-buku bekas SMPnya
Bang Rian!” Venus berkata mantap sambil tersenyum lebar.
Seketika
wajahnya berubah muram.
“Tapi
bahasa yang ada di buku Abang kurang aku ngerti. Hmm … Apa Venus bisa, bang?”
“Venus
pasti bisa!” Rian memberi semangat. Ia menunjuk sticker-sticker bintang di
langit-langit atap kamar Venus.
“Ingat,
kata Bunda, kita harus punya cita-cita setinggi bintang …”
“Bintang
tetangga sebelah ya, Bang?” canda Venus tersenyum geli. Rian ikut tertawa
mendengar candaan adiknya.
Matanya
yang bulat terlihat bersinar dibawah terangnya sinar lampu di atas langit
kamar.
“Oh iya bang, tadi Mars ngasih tau aku kalo
planet Venus itu cantik! Aku jadi mau kesana bang!” ingatnya semangat.
Mars adalah sahabat karibnya sejak berusia empat tahun. Seorang
laki-laki berusia sebaya-nya yang gila olahraga. Sangat aktif dan penuh tawa.
Mars-lah yang membuat Venus suka astronomi. Ia suka menceritakan kembali
berbagai benda langit ke Venus setelah menyetel berbagai film pengetahuan dari papa
nya. Mars juga yang membuat Venus kembali bersemangat setelah kepergian bunda nya.
Ya, cuma dia yang membuat Venus yakin akan mimpi-mimpi irasional dan
rasionalnya.
“
Aku mau ke Venus, Mars, ke Bulan …” katanya lagi.
Tiba-tiba
Venus terdiam kembali. Kemudian tangannya meraih bingkai foto di samping tempat
tidur.
“Bang…”
Rian
menaikkan alisnya bermaksud menyahut.
“Aku
mau jemput bunda ke surga… Aku mau kita sama-sama lagi. Aku kangen bunda …” suara
Venus agak berat.
Rian tertegun.
Dipeluknya Venus erat-erat.
“Abang,
Bang Gian, Ayah … Semua juga kangen sama Bunda …”
Entah kenapa,
Venus jadi teringat kebiasaan yang ia lakukan dua tahun yang lalu. Di tempat
yang sama, dengan suasana yang berbeda. Dengan celemek yang agak kebesaran,
Venus berdiri disamping ibunya bak koki yang sudah siap membuat makanan
layaknya koki ternama di hotel berbintang.
“Apa kue yang mau kita buat, Bun? “ tanyanya saat itu.
“Kastengel buat Ayah, dan nastar buat abang-abangmu. Siap
koki handal!?”
"Siap!" Bak koki yang
berubah sesaat menjadi tentara angkatan udara, Venus hormat. Dapur terdengar
lebih ramai saat itu. Suara mixer yang beradu dengan adonan yang belum rata
terdengar jelas dari ruang keluarga. Serta suara teriakan Venus yang menghadang
Rian dan Gian yang sejak tadi tak henti-hentinya mencuri potongan-potongan
keju.
“Besok
anterin aku beli kue ya bang! Mau beli kue kering yang mirip seperti yang Bunda
buat dulu …”ajak Venus tiba-tiba.
Rian
mengangguk. Mengelus kepala Venus lembut.
Diam-diam ia menyortir ucapan seorang gadis kecil
yang baru beberapa tahun menduduki bangku sekolah dasar didepannya. Ia tidak
memikirkan tentang planet Venus, Mars, atau mimpi-mimpi irasional lainnya yang
seorang gadis kecil delapan tahun ucapkan. Meski Rian beranggapan bahwa itu
tidak akan terjadi, tapi ia tahu betul maksud dari itu semua. Ia merasakan satu
makna yang sangat dalam. Dibalik kata-kata Venus yang renyah dan ringan,
terdapat satu kata berbobot berat namun dalam.
Rindu.
Venus rindu dengan semua suasana dua tahun silam. Rindu dengan keutuhan
keluarga, keramaian di ruang keluarga tiap sabtu malam, suasana dinginnya malam
Jogjakarta dengan beberapa kue kering buatan ibunya ketika itu. Bukan satu
bungkus kue kering yang disajikan di atas meja ruang keluarga yang sengaja
dibeli dari salah satu toko kue di Jalan Malioboro saat ini.
Cerpennya keren. Sampe kebawa, ngalir banget dan mudah dicerna.
BalasHapusterimakasih banyak!Dan selamat anda jd komentator pertama cerpen saya(:
Hapus