Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Penghuni Bumi

“Tumben pagi-pagi kamu udah lari pagi! Biasanya jam segini kan kamu masih hibernasi, Ven.” Celetuk Rian melihat adiknya memasuki rumah dengan sepatu ket yang ditentengnya.             “Besok-besok kamu bangun pagi terus olahraga kayak gini lagi dong! Biar kamu ga kayak beruang. Kerjaannya kalo ga makan ya tidur, terus keluyuran ga jelas sama Mars ke alun-alun …” sambar Gian. Ditoyornya kepala Venus disebelahnya. Dengan cekatan, Venus mengambil mangkuk berisi mie yang masih hangat dari tangan Gian. “Keluyuran ke alun-alun kan sama aja olahraga, bang! Lari juga!”gerutu Venus. Mulutnya penuh dengan mie hasil bajakannya dari Gian. “Lari sih lari, Ven.. Tapi jangan bajak mie orang juga kale!” Gian kembali menyambar mie nya. “Tenang aja.. Besok aku bakal hibernasi lagi. Tapi jadwalnya bakal diubah. Makan, tidur, terus makan lagi!” Ujar Venus melengos pergi ke kamarnya. Dilanjutkan menutup pintu kamar berposter Monster Inc favoritnya. “Loh, keluyuran sama Marsnya udah diapus dija

Rindu dan Kenangan

Jogjakarta, Juni 2007                         Sisa hujan tadi malam menimbulkan suasana sejuk pagi ini. Tidak ada salahnya jika kesejukan itu membuat seorang pria yang beberapa tahun lagi akan menginjak kepala empat, duduk di teras rumahnya untuk menikmati bau khas embun seperti yang biasa ia lakukan tiap Minggu pagi. Dengan sarung yang masih ia kenakan usai solat subuh tadi, ia pelan-pelan menyeruput kopi pertamanya hari itu. Sesekali ia membetulkan posisi kacamatanya. Kesendiriannya selama lima tahun tahun, tidak membuat pria itu tidak menikmati rasa kopi yang ia buat sendiri sambil membaca headline koran yang baru saja datang dari tukang koran langganannya. Meski begitu, kerinduan suasana lima tahun silam sangat melekat dibenaknya tiap kali ia menoleh ke sebuah kursi kosong disebelahnya. Kerinduan akan rasa kopi dan seorang wanita yang membuatnya. Seharusnya kamu ada disini, Ren... gumam pria itu.            “ "Pagi, Om Adi..." sapa seorang anak laki-lak

Kue Kering

Jogjakarta, Agustus 2004 … Suasana Jogjakarta sudah hampir menuju tengah malam. Hujan deras yang turun sejak tadi pagi masih terus membasahi rumput dan beberapa tanaman  di halaman. Terlihat jelas sinar bulan yang terpantul ke arah kaca jendela yang saat itu berembun. Hembusan angin yang pelan-pelan masuk melalui lubang-lubang kecil ventilasi membuat malam ini lebih dingin dari biasanya.  Benar-benar saat yang sangat  tepat untuk duduk di sofa ruang keluarga yang empuk sambil menikmati secangkir teh hangat atau segelas susu panas dengan beberapa kue kering yang kemudian dicelupkan sedikit ke dalamnya. Suasana ruang keluarga yang tadinya hening, berubah menjadi seruan ketika seorang penyiar bola tiba-tiba muncul dilayar televisi. Siaran bola yang membuat dua orang laki-laki yang merupakan penggilanya sudah rapih mengenakan merchandise klub bola favoritnya. Volume televisi yang besar, teriakan dua orang penonton bola dengan topi,baju dan syall serba biru dan beberapa cangkir